Keanekaragaman Genetik Fosil Hidup, Ikan Raja Laut “Coelacanth” - Morfologi ikan raja bahari (coelacanth) belum berubah secara fundamental semenjak masa devonian (sekitar 400 juta tahun lalu). Ikan ini dikenal sebagai fosil hidup yang bisa mengikuti keadaan secara genetik dengan lingkungan mereka. Hal ini dijelaskan oleh PD Dr. Kathrin Lampert dari Departemen Ekologi Hewan, Evolusi dan Keragaman Hayati bersama dengan rekannya dari Würzburg, Bremen, Kiel dan Dar es Salaam (Tanzania) dalam jurnal Current Biology. “Coelacanth sangat langka dan sangat terancam punah, dengan memahami keragaman genetik binatang ini sanggup membantu menciptakan sketsa pelestarian terhadap kepunahan mereka secara lebih efektif,” kata Dr. Kathrin.
Populasi Coelacanth di Afrika
Studi genetik yang dilakukan sebelumnya hanya difokuskan terutama pada kekerabatan biologis antara ikan raja bahari (coelacanth) dengan ikan slamander (lungfish) dan kelompok vertebrata. Padahal, biar sanggup mengetahui apakah ikan ini masih bisa mengikuti keadaan dengan kondisi lingkungan baru, anda harus mengetahui keanekaragaman genetik diantara spesies ikan ini. Oleh alasannya yaitu itu, tim peneliti meneliti 71 spesimen ikan coelacanth dari banyak sekali kawasan di pantai timur Afrika. Para peneliti menganalisis penanda genetik dari inti sel dan mitokondria, yang merupakan “sumber kekuatan” sel.
Coelacanth, Latimeria chalumnae, dianggap telah punah, sampai Marjorie Courtenay-Latimer menemukan spesimen coelacanth hidup di bahtera nelayan pada tahun 1938. (Foto: zonaikankita.blogspot.com) |
Perbedaan Geografis Mempengaruhi Susunan Genetik
Data yang dikumpulkan para ilmuwan pada umumnya mengatakan keanekaragaman genetik yang rendah. Seperti telah diduga sebelumnya, evolusi ikan ini berjalan lamban. Namun demikian, contoh genetik tertentu hanya ditemukan di wilayah geografis tertentu. “Kami berasumsi bahwa coelacanth Afrika awalnya berasal dari sekitar Kepulauan Comoros, yang merupakan kawasan dengan populasi coelacanth terbesar,” terang Lampert. Sejak itu, beberapa populasi dikala ini telah hidup secara independen di Afrika Selatan dan Tanzania. Selain itu, ikan coelacanth yang ada di sekitar Kepulauan Comoros mempunyai dua kelompok genetika yang berbeda. “Kami telah bisa mengatakan bahwa meskipun tingkat evolusi mereka lambat, coelacanth terus berkembang dan juga bisa mengikuti keadaan dengan kondisi lingkungan baru,” kata peneliti RUB.
“Penghubung” Antara Spesies Darat dan Spesies Laut
Coelacanth, Latimeria chalumnae, dianggap telah punah, sampai Marjorie Courtenay-Latimer menemukan spesimen coelacanth hidup di bahtera nelayan pada tahun 1938. Sejak itu, lebih dari seratus coelacanth telah ditemukan di lepas pantai Afrika Timur, sebagian besar dari mereka berasal dari Kepulauan Comoros. Kemungkinan hanya ada beberapa ratus spesimen yang tersisa di dunia dan sangat terancam punah. ”Coelacanth yaitu kerabat erat nenek moyang terakhir dari ikan dan vertebrata darat, oleh alasannya yaitu itu ikan ini mempunyai daya tarik ilmiah yang penting,” kata Kathrin Lampert. ”Dengan meneliti mereka, kami berharap untuk mendapat wawasan gres ke dalam salah satu tahapan utama evolusi, yaitu terjadinya kolonisasi spesies di darat.”
Referensi Jurnal:
Kathrin P. Lampert, Hans Fricke, Karen Hissmann, Jürgen Schauer, Katrin Blassmann, Benjamin P. Ngatunga, Manfred Schartl. Population divergence in East African coelacanths. Current Biology, 2012; 22 (11): R439 DOI: 10.1016/j.cub.2012.04.053
Artikel ini merupakan terjemahan goresan pena ulang dari bahan yang disediakan oleh Ruhr-University Bochum, via Science Daily (14 Juni 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.