Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 |
10 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terlihat ketika sistem ini mulai dijalankan. Permulaan sistem demokrasi terpimpin dijalankan ketika pengeluaran dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun masa ini berakhir dengan diterbitkannya SuperSemar pada tanggal 11 Maret 1966. Pencetusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini dilakukan oleh Presiden Soekarno yang isinya yaitu :
- Pembubaran Konstituante.
- Pembentukan DPAS dan MPRS.
- Memberlakukan Undang-Undang Dasar 1945 kembali dan mulai tidak memberlakukan UUDS 1950.
Baca juga : Pengertian Ilmu Politik Secara Umum dan Menurut Para Ahli (Terlengkap)
Pada dikala pemerintahan Soekarno, sistem demokrasi liberal mulai carut marut hingga pada alhasil diganti dengan sistem demokrasi terpimpin. Namun ketika sistem ini diterapkan malah menjadikan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (ideologi dan dasar aturan negara). Lalu apa saja bentuk penyimpangannya? Di bawah ini terdapat beberapa bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945:
Kedudukan Presiden
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin yang pertama ialah kedudukan presiden. Kedudukan presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai kepala negara yang kekuasaannya di bawah MPR. Tetapi pada masa demokrasi terpimpin ini kekuasaan Presiden berkebalikan ketika dilapangan. Kekuasaan legislatif (MPR) berada dibawah kekuasaan administrator (Presiden). Bahkan dalam mengambil kebijakan pihak MPR harus menyetujui segala keputusan dari Presiden.
Bentuk penyimpangan demokrasi liberal pada kedudukan Presiden tersebut tidak hanya itu. Pengambilan keputusan dan kebijakan dari MPR didikte oleh Presiden. Presiden tersebut mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas dan terpusat. Keputusan yang diambil oleh presiden tidak dibatasi oleh apapun dan berlaku untuk semua bidang kehidupan, termasuk dalam menentukan peraturan ataupun kebijakan bagi warga negaranya.
Pembentukan MPRS
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan MPRS. Lembaga perwakilan rakyat ibarat pemimpin MPR dan anggotanya harus dipilih secara eksklusif oleh rakyat melalui pemilu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi pada masa demokrasi terpimpin, pembentukan pemimpin MPR dan anggotanya malah terjadi sebaliknya. MPRS tersebut dibuat sesuai keputusan Presiden pribadi tanpa adanya campur tangan dari rakyat. Terlebih lagi kandidat MPRS merupakan anggota menteri biasa dan bukan pemimpin sebuah departemen. Presiden mengajukan syarat dan pertimbangan dalam mengangkat para wakilnya yaitu oke dengan manifesto publik, oke kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan setia kepada negara Republik Indonesia. Dengan kata lain orang orang pilihan Presiden tersebut harus taat dan tunduk terhadap perintahnya.
Baca juga : Pengertian Masyarakat Beserta Karakteristiknya (Terperinci)
Pembentukan dewan perwakilan rakyat GR
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan dewan perwakilan rakyat GR. Pada tahun 1959 terjadi penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yaiu Presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Pembubaran tersebut didasari pada keberanian dewan perwakilan rakyat terhadap RAPBN atas anjuran forum dibawah kekuasaan Presiden. Selain itu Presiden juga membentuk forum gres yang berjulukan dewan perwakilan rakyat GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong).
Pembentukan dewan perwakilan rakyat GR ini merupakan bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin yang terlihat jelas. Bahkan Presiden juga menentukan sendiri para anggota dewan perwakilan rakyat GR tanpa melalui adanya pemilu (pemilihan umum). dewan perwakilan rakyat GR tersebut akan mengeluarkan keputusan dan kebijakan sesuai dengan ketentuan Presiden. Hal ini pastiya sangat bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 selaku dasar aturan Indonesia. Kekuasaan forum legislatif (DPR) lebih tinggi dibandingan kekuasaan forum administrator (Presiden) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu Presiden tidak sanggup dan tidak berwenang untuk membubarkan DPR.
Pembentukan DPAS
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan DPAS. DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) dibuat oleh Presiden sesuai dengan Penpres No. 3 Tahun 1959. DPAS tersebut bertugas untuk menawarkan balasan atas pertanyaan dari Presiden dan kemudian menawarkan usulannnya kepada pemerintah. Lembaga ini tersusun oleh 1 wakil ketua, 8 utusan daerah, 24 wakil golongan dan 12 wakil politik.
Lembaga DPAS menawarkan anjuran biar perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1959 diisi dengan pidato presiden yang judulnya "Penemuan Kembali Revolusi Kita" atau disebut Manipol (Manifesto Politik Republik Indonesia). Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengabdiannya terhadap Presiden meskipun termasuk dalam penyimpangan demokrasi terpimpin. Penetapan Manipol sebagai GBHN (Garis Besar Haluan Negara) disahkan sesuai dengan ketetapan Penpres No. 1 Tahun 1960.
Pembentukan Front Nasional
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan front nasional. Front nasional ialah organisasi massa yang bertujuan untuk memperjuangkan cita cita prokamasi Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan Front Nasional ini ingin menyatukan segala potensi yang ada di negara Indonesia biar tercipta kekuatan pembangunan negara biar berjalan dengan sukses. Berdasarkan Penpres No. 13 Tahun 1956, Front Nasional didirikan pada tahun 1956 dengan ketuanya ialah Presiden Soekarno. Selain itu organisasi ini bertugas untuk:
- Menjalankan pembangunan.
- Mengembalikan Irian Barat.
- Menyelesaikan Revolusi Nasional.
Baca juga : Pengertian Ekspor dan Impor, Tujuan, Manfaat, Beserta Dampaknya
Pembentukan Kabinet Kerja
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan kabinet kerja. Kabinet kerja ini bertugas dalam melakukan pemerintahan yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Jajaran menteri pembantu Presiden ini terdiri dari Ketua dewan perwakilan rakyat GR dan MPRS yang dipilih secara pribadi pada tanggal 9 Juli 1959. Pengangkatan ini merupakan pencampuran kekuasaan forum legislatif dengan forum administrator sehingga termasuk kedalam penyimpangan terhadap ketentuan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Keterlibatan PKI Dalam Ajaran Nasakom
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah keterlibatan PKI dalam pedoman Nasakom. Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis) ialah paham golongan dari banyak sekali masyarakat di Indonesia. Ajaran ni dibuat oleh Presiden Soekarno dengan maksud untuk menyatukan bangsa dari seluruh perbedaan paham yang terdapat dalam masyarakat. Menurut pendapat Presiden, Nasakom yaitu pedoman yang sempurna dalam membuat persatuan dan kesatuan negara secara utuh. Meski begitu pedoman ini ditentang oleh golongan ABRI dan golongan cendekiawan dalam masyarakat. Nasakom ini bersama-sama merupakan pedoman yang dipakai biar kedudukan Presiden tetap besar lengan berkuasa dan tidak terbatas. Bahkan pedoman ini membuat PKI ingin menggeser kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila serta merubahnya menjadi paham komunis. PKI tersebut bahkan menghasut Presiden biar bergantung kepadanya dalam melawan TNI.
Munculnya Ajaran Resopim
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah munculnya pedoman Resopim. Resopim (Revolusi, Sosialisme Indonesia dan Pimpinan Nasional) ialah pedoman yang dipakai biar kekuasaan presiden paling tinggi dalam sebuah negara. Pada peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 16 terdapat pencetusan pedoman Resopim ini dengan isinya ialah terdapat PBR atau Panglima Besar Revolusi yang mengendalikan semua kehidupan berbangsa dan bernegara biar tercapainya jiwa sosialisme dan revolusi.
Sekian klarifikasi mengenai beberapa penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi Terpimpin ini berlaku dari tahun 1959 hingga tahun 1966. Semoga artikel ini sanggup bermanfaat. Terima kasih.