Pada ketika migrasi, Sockeye salmon (Oncorhynchus nerka) biasanya berenang hingga 4.000 mil ke laut, setahun kemudian, mereka kembali ke hulu sungai di mana mereka dilahirkan, tujuannya yaitu untuk bertelur. Para ilmuwan, masyarakat, nelayan dan orang awam telah usang bertanya-tanya, bagaimana salmon sanggup menemukan jalan mereka kembali ke hulu sungai tersebut, padahal jarak yang ditempuh sangat jauh.
Sockeye salmon Oncorhynchus nerka, beratnya sanggup mencapai 8 pound dan bisa mencapai panjang 3 meter. (Credit: Dr. Tom Quinn, University of Washington) |
Bagaimana cara ikan salmon melaksanakan hal itu?
Sebuah studi gres yang diterbitkan ahad ini di jurnal Current Biology, memperlihatkan bahwa, salmon menemukan jalan kembali ke hulu sungai dengan mencicipi medan magnetik unik yang ada di sungai.
Sebagai bab dari studi ini, tim peneliti memakai data tangkapan ikan salmon selama lebih dari 56 tahun terakhir, untuk mengidentifikasi rute yang diambil ikan salmon di sepanjang bumi bab utara, yang kemungkinan berada di erat Alaska atau Kepulauan Aleutian di Samudera Pasifik, hingga muara sungai tempat mereka berasal yaitu sungai Fraser di British Columbia, Kanada. Data ini kemudian dibandingkan dengan intensitas medan magnet bumi di lokasi penting pada rute migrasi ikan salmon.
Bumi mempunyai medan magnet yang melemah seiring makin dekatnya dengan khatulistiwa dan dan medan magnet ini secara sedikit demi sedikit berubah secara tahunan. Oleh alasannya yaitu itu, intensitas magnetosfer di lokasi tertentu mempunyai keunikan dan sedikit berbeda dari tahun ke tahun.
Karena Pulau Vancouver terletak sempurna di depan lisan Sungai Fraser, hal ini menghalangi kanal pribadi ke lisan sungai dari Samudra Pasifik. Namun, salmon sanggup menyelinap melalui bab belakang Pulau Vancouver dan mencapai lisan sungai dari utara melalui Selat Queen Charlotte atau dari selatan melalui Selat Juan De Fuca.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa intensitas medan magnet sanggup memprediksi rute mana yang dipakai ikan salmon untuk memutari Pulau Vancouver pada suatu tahun tertentu. Salmon kemungkinan lebih menentukan rute yang mempunyai medan magnet yang paling seolah-olah dengan medan magnet di sungai Fraser pada tahun sebelumnya.
"Hasil ini konsisten dengan pendapat bahwa ikan salmon remaja bisa “belajar dan mengingat” medan magnetik unik yang menuntun kembali ke hulu sungai tempat mereka, dan kemudian mencari medan magnet yang sama selama migrasi yang bertujuan untuk melaksanakan pemijahan," kata Nathan Putman, seorang peneliti pasca-doktoral di Oregon State University dan penulis utama pada penelitian ini.
Hasil Penelitian yang Penting
Telah usang diketahui bahwa beberapa binatang memakai medan magnet bumi untuk mengikuti keadaan dan menggunakannya sebagai penunjuk rute. Namun, para ilmuwan belum pernah mendokumentasikan kemampuan binatang untuk "belajar" mengenali medan magnet. Sebelumnya mereka hanya sekedar meneliti pewarisan isu wacana hal itu atau cara binatang memakai medan magnet untuk menemukan lokasi tertentu.
Studi ini memperlihatkan bukti empiris pertama mengenai pengenalan medan magnetik pada binatang dan merupakan inovasi gres yang fenomenal di bidang sikap biologi.
Selain itu, studi ini memperlihatkan bahwa, hal ini kemungkinan sanggup dipakai untuk meramalkan pergerakan salmon memakai pemodelan geomagnetik, dimana hal ini akan mempunyai implikasi penting bagi pengelolaan perikanan.
“Peta” Ikan Salmon
Putman menyampaikan para ilmuwan tidak tahu persis bagaimana awal dan seberapa sering salmon menyidik medan magnet bumi untuk mengidentifikasi lokasi geografis mereka selama melaksanakan perjalanan kembali ke rumah. "Tapi," katanya, "bagi salmon, untuk sanggup pergi dari beberapa lokasi yang berjarak 4.000 mil jauhnya di tengah Pasifik, mereka perlu menciptakan pilihan migrasi yang benar di awal dan mereka perlu tahu untuk memulai dari arah mana. Untuk itu, kemungkinan besar mereka akan memakai medan magnet. "
Putman menambahkan, "Pada ketika salmon melewati rute tersebut, arus laut, dan kekuatan lain kemungkinan menghempaskan mereka. Kaprikornus mereka mungkin perlu menyidik kembali posisi medan magnet selama migrasi semoga mereka tetap pada jalur. Setelah mereka erat dengan garis pantai, mereka perlu untuk tetapkan sasaran jalur mereka, dan kemungkinan akan terus- menerus mengecek medan magnet yang sesuai selama tahap migrasi mereka. "
Putman menyampaikan bahwa, sekali salmon mencapai sungai tempat mereka menetas, mereka mungkin akan memakai penciuman mereka untuk menemukan anak sungai tertentu di mana mereka menetas sebelumnya. Namun, pada jarak yang sangat jauh, medan magnet akan menjadi menandakan yang lebih berkhasiat bagi salmon.
Perjalanan Panjang Ikan Salmon
Seperti Salmon Pasifik lainnya, salmon sockeye bertelur di kawasan sungai yang berkerikil. Setelah salmon menetas, mereka menghabiskan waktu satu hingga tiga tahun di air tawar, dan kemudian mereka bermigrasi menuju laut.
Selanjutnya, salmon menempuh perjalanan ribuan mil dari sungai rumah mereka menuju Pasifik Utara selama sekitar dua tahun dan sesudah dewasa, mereka bermigrasi kembali ke tempat mereka menetas.
Ketika migrasi, salmon harus mengalami transisi dari air tawar ke air laut, dan kemudian kembali lagi. Selama proses transisi, salmon mengalami metamorfosis yang hampir sama dengan metamorfosis ulat menjadi kupu-kupu. Setiap metamorfosis salmon tersebut melibatkan pergantian jaringan insang yang memungkinkan ikan untuk menjaga keseimbangan garam yang sesuai dalam lingkungannya. Salmon mempertahankan garam ketika di air tawar dan memompa keluar kelebihan garam ketika di air garam.
Salmon biasanya akan kelelahan sesudah mereka melaksanakan keseluruhan migrasi yang sanggup mencapai jarak hingga 8.000 mil. Mereka biasanya akan segera mati sesudah pemijahan.
Referensi Jurnal :
Nathan F. Putman, Kenneth J. Lohmann, Emily M. Putman, Thomas P. Quinn, A. Peter Klimley, David L.G. Noakes. Evidence for Geomagnetic Imprinting as a Homing Mechanism in Pacific Salmon. Current Biology, 2013; DOI: 10.1016/j.cub.2012.12.041.
Artikel ini merupakan terjemahan dari bahan yang disediakan oleh National Science Foundation via Science Daily (7 Februari 2013).