Artikel dan Makalah wacana Prestasi Belajar, Mata Pelajaran, Matematika, Kurikulum Berbasis Kompetensi - Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan tuntutan yang berkembang di lingkungannya. “Pendidikan yakni perjuangan sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif membuatkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budbahasa mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI No. 20 tahun 2003).” Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional terus menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Pemerintah telah melaksanakan upaya penyempurnaan sistem pendidikan nasional, salah satunya dengan pembaharuan dalam bidang kurikulum, yaitu mengganti kurikulum 1994 dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Usep Kosasih, Rani Suminar, Roswita, Jajang Hirdiyana, Tita Rosdiana
Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Universitas Islam Nusantara Bandung
(Jalan Soekarno-Hatta No. 530 Bandung 40286 Tlp. (022)7509655)
ABSTRAK
Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses memanusiakan insan melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan tuntutan yang berkembang di lingkungannya. Pemerintah telah berupaya menyempurnakan sistem pendidikan nasional, antara lain dengan pembaharuan kurikulum yang merubah tataran paradigma pembelajaran. Pembelajaran matematika hingga ketika ini masih dihadapkan pada duduk perkara besar yaitu siswa tidak bisa mencapai nilai minimum yang disyaratkan dalam ketuntasan belajar. Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), menjadikan terjadinya pergeseran dari penekanan isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berpikir, belajar dan melakukan), perubahan ini diharapkan memperlihatkan hasil yang lebih baik. Bertitik tolak dari hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang memakai KBK dengan kurikulum 1994. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan prestasi berguru siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang menggunakan KBK dengan kurikulum 1994. Metode yang dipakai adalah metode deskriptif, dengan objek penelitian nilai raport siswa kelas 1 tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005, sumber data dari Pembantu Kepala Sekolah (PKS) bidang kurikulum dan hasil wawancara dengan guru matematika. Teknik pengumpulan data dengan cara meminta nilai raport kepada PKS bidang kurikulum dan mewawancarai guru matematika. Teknik analisis data menggunakan statistik penelitian untuk dua perlakuan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh rata-rata nilai raport kelas yang memakai KBK 5,89 dan deviasi standar 0,62, sedangkan kelas yang memakai kurikulum 1994 mempunyai rata-rata nilai 6,83 dan deviasi standar 0,74. Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai W<W0,01(80) atau 0<1082, berarti terdapat perbedaan prestasi berguru siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang menggunakan KBK dengan kurikulum 1994.
Kata kunci : Kurikulum 1994, KBK, Prestasi Belajar.
PENDAHULUAN
Kurikulum 1994 merupakan kurikulum yang berbasis kepada pencapaian tujuan. Pembelajaran yang sering dipakai dalam kurikulum 1994 adalah pembelajaran aktif atau sering disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pengertian CBSA sendiri tidak gampang didefinisikan secara tegas, lantaran kadar keaktifan siswa untuk disebut siswa aktif itu tidak sama. “T. Raka Jono (dalam Kusnanto, 2004) menjelaskan bahwa hakikat CBSA menunjuk kepada keaktifan mental, meskipun untuk maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan eksklusif dalam berbagai keaktifan fisik”. “Mc. Keachi (dalam Kusnanto, 2004) mengemukakan kadar keaktifan CBSA ditentukan oleh tujuh dimensi yaitu: (1) Partisipasi siswa dalam menetapkan kegiatan pembelajaran, (2) Tekanan pada afektif dalam pembelajaran, (3) Partisipasi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran terutama interaksi antar siswa, (4) Penerimaan guru terhadap perbuatan dan konstribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah sama sekali, (5) Kekohesian kelas sebagai kelompok, (6) Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan, (7) Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi duduk perkara pribadi.”
Sejalan dengan perkembangan zaman, maka kurikulum pun mengalami penyesuaian. Kurikulum 1994 dikaji ulang dan diperbaharui sehingga diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004 sebagai pengganti kurikulum 1994. Sebagai hasil revisi KBK diharapkan dapat memenuhi tuntutan perkembangan zaman. KBK merupakan seperangkat planning dan pengaturan wacana kompetensi yang dibakukan dengan penerapannya diubahsuaikan dengan keadaan (kontekstual). KBK sanggup diartikan sebagai suatu konsep yang menekankan pada pengembangan kemampuan melaksanakan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga kesannya sanggup dirasakan oleh akseptor didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. “untuk mengimplementasikan KBK mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu : (1) Pengembangan aktivitas pengajaran, (2) Pelaksanaan pembelajaran, (3) Evaluasi hasil belajar, (Mulyasa 2002).”
Perbedaan Kurikulum 1994 dengan KBK (Depdiknas 2003) yakni sebagai berikut: (1) Pendekatan penguasaan pengetahuan pada kurikulum 1994 menekankan pada materi berupa kecakapan kognitif, sedangkan KBK menekankan kepada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan di masyarakat. (2) Standar akademis pada kurikulum 1994 diterapkan secara seragam bagi setiap akseptor didik, sedangkan pada KBK memperhatikan perbedaan individu. (3) Kurikulum 1994 berbasis konten, sehingga akseptor didik dipandang sebagai kertas putih yang perlu ditulisi dengan sejumlah pengetahuan, sedangkan KBK berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian. (4) Pengembangan kurikulum pada kurikulum 1994 dilakukan secara sentralisasi, sedangkan KBK dilakukan secara desentralisasi. (5) Materi yang dikembangkan pada kurikulum 1994 seringkali tidak sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan akseptor didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah, sedangkan pada KBK sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga sanggup mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan akseptor didik serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. (6) Peran guru pada kurikulum 1994 memilih segala sesuatu yang terjadi di kelas, sedangkan pada KBK bertugas mengkondisikan lingkungan belajar akseptor didik. (7) Kecakapan pada kurikulum 1994 dikembangkan melalui latihan, sedangkan pada KBK dikembangkan menurut pemahaman yang membentuk kompetensi individual. (8) Pembelajaran pada kurikulum 1994 cenderung hanya dilakukan di dalam kelas, sedangkan pada KBK mendorong terjalinnya kolaborasi antara sekolah, masyarakat dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi akseptor didik. (9) Evaluasi nasional pada kurikulum 1994 tidak sanggup menyentuh aspek-aspek kepribadian akseptor didik, sedangkan pada KBK penilaian berbasis kelas.
Pemberlakuan KBK diharapkan sanggup meningkatkan prestasi berguru siswa sehingga sanggup mencapai kompetensi yang diharapkan. “Kata prestasi belajar berasal dari bahasa Belanda yaitu practice, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Arifin (dalam Herdiyana, 2004)”. Menurut “Abas Nurudin (dalam Herdiyana, 2004) pengertian prestasi berguru yaitu hasil berguru dari individu yang dimanifestasikan kedalam pola tingkah laris dan perbuatan, skill dan pengetahuan serta sanggup dilihat dari hasil berguru itu sendiri”. “Dalam KBK, penilaian hasil berguru siswa dilihat dari tiga aspek kompetensi, yaitu: (1) Kompetensi kognitif, (2) Kompetensi afektif, (3) Kompetensi psikomotorik (Bloom dalam Depdiknas, 2003).”
Peningkatan prestasi berguru khususnya dalam mata pelajaran matematika, sampai ketika ini masih dihadapkan pada duduk perkara besar yaitu sulitnya siswa untuk mencapai nilai minimum yang disyaratkan dalam ketuntasan belajar. Hal ini dikarenakan kurang siapnya sekolah untuk menerapkan KBK. Oleh lantaran itu, implementasi KBK masih perlu dikaji oleh semua pihak. Bertitik tolak dari hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang memakai KBK dengan kurikulum 1994. Rumusan duduk perkara pada penelitian ini yakni “Apakah ada perbedaan antara prestasi berguru siswa Sekolah Menengan Atas dalam mata pelajaran matematika yang memakai KBK dengan kurikulum 1994?”.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan prestasi berguru siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang menggunakan KBK dengan kurikulum 1994. (2) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru matematika dalam menerapkan KBK. Sedangkan manfaat dari penelitian ini yakni memberi citra wacana implementasi KBK dalam pembelajaran matematika di sekolah.
HIPOTESIS
Hipotesis keberadaannya sangat perlu dalam suatu penelitian karena merupakan suatu rumusan yang menunjang tercapainya tujuan penelitian yang berfungsi untuk mengarahkan kegiatan di dalam penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini yakni adanya perbedaan prestasi berguru siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang memakai KBK dengan kurikulum 1994.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memakai metode deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan prestasi berguru siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang memakai KBK dengan Kurikulum 1994. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Mei dan bulan Juni tahun 2005.
Populasi dalam penelitian ini yakni seluruh siswa kelas 1 Sekolah Menengan Atas PGRI Rancaekek Kabupaten Bandung tahun aliran 2003-2004 dan tahun aliran 2004-2005. Sedangkan sampelnya berupa sampel total yaitu seluruh populasi dijadikan sampel.
Data yang dipakai berupa nilai raport mata pelajaran matematika siswa kelas 1 tahun aliran 2003-2004 yang memakai kurikulum 1994 dan nilai raport siswa kelas 1 tahun aliran 2004-2005 yang memakai KBK serta hasil wawancara yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika. Data nilai raport diperoleh dari pembantu kepala sekolah (PKS) bidang kurikulum. Data-data yang diperoleh dipakai untuk mencari perbandingan antara kedua variabel yang diteliti.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini yakni Pedoman Wawancara dengan guru mata pelajaran matematika yang bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran berdasarkan pada KBK. Hasil pengolahan data nilai raport siswa dipakai untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan prestasi belajar.
Data-data yang telah diperoleh diolah dan dianalisis untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang diajukan. “Teknik pengolahan data dilakukan dengan memakai statistik penelitian untuk dua perlakuan, langkah-langkahnya yaitu: (1) Mengetes normalitas dari distribusi masing-masing; (2) Jika ternyata keduanya berdistribusi normal dilanjutkan dengan pengetesan tentang homogenitas variansinya; (3) Jika ternyata kedua variansinya homogen dilanjutkan dengan tes t; (4) Jika ternyata minimal satu dari dua distribusi tersebut tidak normal, langkah selanjutnya diteruskan dengan memakai statistik tak parametrik, yaitu tes wilcoxon; (5) Jika keduanya berdistribusi normal, tetapi variansinya tidak homogen, dilanjutkan dengan tes t’ (Nurgana 1993).”
Langkah-langkah dalam penelitian ini yakni sebagai berikut: (1) Melakukan observasi awal. (2) Membuat instrumen penelitian dan mengkonsultasikannya dengan pembimbing . (3) Mengumpulkan data nilai raport siswa dari Pembantu Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (PKS) dan melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika. (4) Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian serta melaksanakan pembahasan. (5) Menentukan kesimpulan hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data diperoleh rata-rata nilai raport untuk kelas yang menggunakan KBK 5,89 dan deviasi standar 0,62, sedangkan untuk kelas yang menggunakan kurikulum 1994 mempunyai rata-rata nilai 6,83 dan deviasi standar 0,74. Data nilai raport siswa kelas 1 yang memakai kurikulum 1994 dan kelas 1 yang memakai KBK sanggup dilihat pada tabel 1 dibawah ini. (tabel 1)
Tabel 1. Data Prestasi Siswa
Nilai Raport | 4 | 4.5 | 5 | 5.5 | 6 | 6.5 | 7 | 8 |
Banyak Siswa | ||||||||
Kurikulum 1994 | 0 | 0 | 0 | 0 | 24 | 0 | 47 | 11 |
KBK | 2 | 1 | 3 | 28 | 26 | 14 | 6 | 0 |
Berikut yakni hasil pengolahan data secara statistik: Kelas 1 yang menggunakan KBK: Rata-rata: = 5,89; deviasi standar: σn–1 = 0,62; Chi-Kuadrat: χ2 = 44,1; derajat kebebasan: db = 77; nilai χ2 dari daftar: χ2 0,99 (77) = 100,4; normalitas: χ2 < χ2 0,99 (77) atau 44,1 < 100,4, maka nilai pada kelas 1 yang menggunakan KBK berdistribusi normal. Sedangkan kelas Satu yang menggunakan Kurikulum 1994: Rata-rata: x = 6,83; deviasi standar: σn – 1 = 0,74; Chi-Kuadrat: χ2 = 175,57; derajat kebebasan: db = 80; nilai χ2 dari daftar: χ2 0,99 (80) = 112,3; normalitas: χ2 > χ2 0,99 (80) atau 175,57 > 112,3, maka nilai pada kelas satu yang memakai kurikulum 1994 berdistribusi tidak normal. Karena salah satu data berdistribusi tidak normal, maka dipakai tes Wilcoxon (statistik tak parametrik). Tes Wilcoxon diperoleh: (1) daftar rank, (2) nilai W = 0, (3) nilai W dari daftar: W0,01(80) = 1082, (4) Pengujian hipotesis: W<W0,01(80) atau 0<1082.
Hasil dari pengujian hipotesis: W < W0,01(80) atau 0 < 1082 menunjukkan adanya perbedaan prestasi berguru siswa dalam mata pelajaran matematika antara yang memakai KBK dengan kurikulum 1994, sehingga hipotesis diterima.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika kelas 1 SMA PGRI Rancaekek, kesulitan penerapan KBK dalam pembelajaran adalah adanya Syarat Ketuntasan Belajar Minimun (SKBM) yang diubahsuaikan dengan (1) sulit tidaknya suatu materi, (2) esensial tidaknya suatu materi, (3) daya dukung sekolah, (4) kemampuan siswa. Nilai SKBM pada mata pelajaran matematika di kelas 1 Sekolah Menengan Atas PGRI Rancaekek yakni 5,0, sehingga apabila ada siswa yang nilainya kurang dari 5,0, maka guru memperlihatkan remedial maksimal tiga kali.
Meskipun nilai rata-rata raport mata pelajaran matematika untuk kelas yang menggunakan KBK lebih kecil dari pada kelas yang memakai kurikulum 1994, akan tetapi pada pembelajaran yang memakai KBK ketuntasan belajar siswa telah tercapai. Beberapa hal yang menyebabkannya yaitu: (1) Kurangnya pemahaman guru terhadap aplikasi KBK, (2) Guru hanya memakai tes sebagai alat penilaiannya, (3) Kurangnya sarana dan prasarana yang dapat membantu mengaplikasikan KBK. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi oleh guru matematika Sekolah Menengan Atas PGRI Rancaekek adalah: (1) Kurangnya alat peraga atau media pembelajaran matematika, (2) Kebijakan pemerintah yang belum jelas seperti SKBM yang selalu berubah, (3) Penilaian pada KBK yang rumit, (4) Adanya kesalahan pada buku laporan siswa.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ditemukan perbedaan prestasi belajar siswa antara yang memakai KBK dengan kurikulum 1994. Nilai rata-rata pada KBK lebih rendah daripada kurikulum 1994. Kurikulum 1994 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan KBK. Hal ini terjadi karena KBK gres dimplementasikan sehingga masih menghadapi banyak sekali macam kendala dalam penerapannya. Kurang siapnya sekolah dalam memenuhi tuntutan KBK menjadi hambatan dalam mengimplementasikan KBK, menyerupai fasilitas sumber belajar yang kurang memadai, kurang memahaminya guru terhadap prinsip pelakasanaan pengajaran menurut KBK termasuk cara mengevaluasi hasil belajar siswa. Kendala lain yakni kurangnya sosialisasi KBK kepada sekolah atau guru sehingga sekolah menemui hambatan dalam menentukkan SKBM terutama dalam mata pelajaran matematika.
Sedangkan kurikulum 1994 telah diterapkan lebih dari sepuluh tahun, sehingga sekolah sudah sanggup menyesuaikan dengan tuntutan kurikulum tersebut. Guru sebagai pelaksana kurikulum pun sudah tidak absurd lagi dengan prinsip CBSA, sehingga penerapannya tidak menemui bayak hambatan Selain itu Selain itu prinsip-prinsip pengajaran matematika lebih sesuai dengan prisip-prinsip pengajaran CBSA atau kurikulum 1994, sehingga kesannya lebih baik dibandingkan dengan KBK. Temuan ini menguatkan pendapat Ruseffendi yang mengemukakan “Pembelajaran matematika dengan memakai CBSA baik digunakan lantaran CBSA sudah sesuai dengan prinsip pengajaran matematika modern dan dianjurkan untuk diterapkan (Russeffendi 1991)”
KBK merupakan salah satu hasil pembaharuan dalam bidang kurikulum yang diharapkan sanggup meningkatkan prestasi berguru siswa. Kenyataannya, prestasi berguru siswa dengan memakai kurikulum 1994 lebih baik apabila dibandingkan dengan KBK. Kondisi ini membuktikan bahwa CBSA masih relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapakn oleh “Russeffendi (1991) Pembelajaran matematika dengan menggunakan CBSA baik dipakai lantaran CBSA sudah sesuai dengan prinsip pengajaran matematika modern dan dianjurkan untuk diterapkan”.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Adanya perbedaan prestasi belajar siswa antara yang memakai kurikulum 1994 dengan yang menggunakan KBK. (2) Prestasi berguru siswa pada mata pelajaran matematika yang memakai kurikulum 1994 lebih baik dari pada yang menggunakan KBK. (3) Penerapan KBK masih menghadapi hambatan yakni kurang siapnya sekolah untuk memenuhi tuntutan KBK tarmasuk kurang pahamnya guru mata pelajaran matematika terhadap teknik penilaian pada KBK.
DAFTAR PUSTAKA
Direktoriat Dikmenum (2003). Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Herdiyana, Yana. (2004). Skripsi Perbandingan Prestasi Belajar Siswa dalam Matematika Antara yang Pembelajarannya Menggunakan Metode Permainan Kartu dengan Metode Ekspositori di Kelas II SLTP Warungkondang Kabupaten Bandung. Bandung: Uninus.
Kusnanto, Imam. (2002). Skripsi Perbandingan Prestasi Belajar Siswa dalam Matematika Antara yang Mendapat Pelajaran pada Jam Awal dengan Jam Akhir di Kelas 1 SMU Pasundan 9 Bandung. Bandung: Uninus.
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurgana, Endi. (1993). Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Permadi.
Ruseffendi, ET. (1991). Pengantar kepada Membatu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003). Jakarta : Absolut.
Anda kini sudah mengetahui Artikel dan Makalah mengenai Prestasi Belajar, Mata Pelajaran, Matematika, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Anda kini sudah mengetahui Artikel dan Makalah mengenai Prestasi Belajar, Mata Pelajaran, Matematika, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.