Artikel dan Makalah perihal Ruang Lingkup Sejarah sebagai Peristiwa, Kisah, Ilmu, Seni, Ciri-ciri - Berikut ini ialah materi lengkapnya :
1. Sejarah sebagai Peristiwa
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau tentunya ada yang penting untuk dibahas, ada pula yang tidak. Sebuah insiden disebut penting jika kemudian insiden itu cukup besar lengan berkuasa terhadap masa selanjutnya. Bisa saja insiden penting tersebut pada waktu kejadiannya tidaklah begitu penting, namun setelah insiden tersebut berlalu barulah dirasakan pengaruhnya terhadap kehidupan di masa berikutnya. Berkenaan dengan konsep sejarah sebagai insiden maka kita kita akan membicarakan perihal kejadian, kenyataan, aktualitas yang telah terjadi atau berlangsung pada masa yang lampau. Lalu kita bertanya ”Apakah yang kita namakan insiden atau kejadian?”. Tentunya secara gampang kita menjawab bahwa insiden ialah hal sudah terjadi. Bersambung dengan pertanyaan “Apakah yang terjadi?“. Pertanyaan ini menciptakan kita berpikir bahwa banyak sekali tanggapan yang bisa kita berikan berkaitan dengan kehidupan insan yang terjadi pada masa lampau. Apa saja yang terjadi dan terbentuk pada masa yang lampau ialah kejadian, terutama yang bekerjasama dengan kehidupan manusia.
Peristiwa penting itulah yang merupakan pokok pembicaraan dalam sejarah. Sejarah di sini mengandung sebuah insiden penting. Berkenaan dengan konsep sejarah sebagai peristiwa, maka kita senantiasa membicarakan perihal kejadian, kenyataan, aktualitas yang telah terjadi atau berlangsung pada masa silam. Apakah itu peristiwa? Peristiwa ialah sebuah gerak yang terjadi pada suatu masa dan mengakibatkan insiden lainnya. Peristiwa dalam cakupan sejarah berarti segala sesuatu yang telah berlangsung pada waktu yang telah kemudian dan mengakibatkan akhir pada kehidupan insan pada waktu itu dan pada masa setelahnya. Para sejarawan tak hanya mencatat rangkaian insiden yang terjadi, namun juga mencoba menelusuri latar belakang atau sebab-musabab insiden muncul. Bila kita membaca buku yang berjudul, misalnya, Peristiwa Penting Seputar Drama Rengasdengklok maka kita membaca runtutan atau adegan tokoh-tokoh perjaka yang terlibat dalam pertemuannya dengan Soekarno dan Hatta sebagai sebuah sejarah.
2. Sejarah sebagai Kisah
Membicarakan sejarah sebagai kisah berarti berbicara sejarah sebagai sebuah dongeng dalam banyak sekali bentuk, baik narasi maupun tafsiran dari suatu insiden sejarah. Kisah ini pun sanggup berupa tulis atau lisan. Secara tulisan, kisah sejarah ini sanggup dilihat dalam bentuk tertulis menyerupai pada buku, majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah sanggup diambil dari ceramah, percakapan atau pelajaran di sekolah. Sejarah merupakan suatu kisah yang diceritakan dalam banyak sekali bentuk, baik narasi maupun tafsiran dari suatu kejadian. Secara goresan pena kisah ini akan didapat dalam bentuk goresan pena di buku, majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah didapat dari ceramah, percakapan atau pelajaran di sekolah.
Oleh lantaran sejarah di sini bersifat kisah atau dongeng maka isi kisahnya pun berbeda bergantung kepada siapa yang menyampaikannya, kepentingan, serta latar belakang si penyampai kisah bersangkutan. Kisah yang dituturkan berbeda lantaran setiap orang akan menunjukkan tafsiran yang berbeda perihal insiden yang dilihatnya. Dengan demikian, akan cukup bijaksana apabila sejarah dikisahkan itu disertai pula oleh uraian mengenai sifat-sifat orang yang memberikan sejarah.
Contoh sejarah sebagai kisah ialah kisah mengenai Sultan Iskandar Muda dalam Hikayat Aceh. Dalam hikayat ini diceritakan cukup detail mengenai masa kecil Iskandar Muda sampai ia memerintah Kerajaan Aceh dengan cukup bijaksana. Di sini kita melihat sosok positif dari sultan tersebut lantaran yang menulis hikayat pun ialah orang dalam Aceh. Dengan demikian sejarah sebagai kisah subjektif sifatnya. Contoh lain ialah kitabkitab yang ditulis oleh para pujangga istana di Jawa menyerupai Negarakretagama, Pararaton, Kidung Sundayana, Carita Parahyangan, dan lain-lain.
3. Sejarah sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu gres lahir pada awal era ke-20. Pada waktu itu tengah terjadi perdebatan ilmiah di antara ilmuwan perihal sejarah. Perdebatan ini terjadi di Jerman pertama kali, melibatkan para jago filsafat dan sejarawan. Yang diperdebatkan ialah apakah sejarah sanggup digolongkan sebagai cabang ilmu pengetahuan atau merupakan sebuah seni.
Ilmu sejarah sendiri sudah mulai berkembang pada era ke-19, seiring dengan perkembangan ilmu dan sains yang lainnya. Pengetahuan sejarah ini meliputi kondisi atau situasi insan pada suatu masa yang hidup dalam jenjang sosial tertentu. Ilmu sejarah berusaha mencari hukum-hukum yang mengendalikan insan dan kehidupannya dan juga mencari penyebab timbulnya perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia.
Gambar 2. Buku yang menunjukkan sejarah sebagai ilmu biasanya ditulis oleh orang-orang akademisi. |
Sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan hendaknya dibahas dan dibuktikan secara keilmuan (ilmiah). Untuk pertanda keilmiahannya, dalam menganalisis sejarah seyogyanya dipakai banyak sekali standar dan metode-metode ilmiah. Dengan demikian, kesahihan penelitian sejarah sanggup dipertanggung-jawabkan secara moral dan keilmuwan. Oleh lantaran itu, dikala akan mempelajari sebuah objek sejarah maka harus dibentuk metode ilmiah secara sistematis dengan tujuan memperoleh kebenaran sejarah.
Sejarah sebagai ilmu ialah suatu susunan pengetahuan (a body of Knowledge) perihal insiden dan dongeng yang terjadi di masyarakat insan pada masa lampau yang disusun secara sistematis dan metodis menurut asas-asas, mekanisme dan metode serta teknik ilmiah yang diakui oleh para pakar sejarah.
Sejarah sebagai ilmu mempelajari sejarah sebagai aktualitas dan mengadakan penelitian serta pengkajian perihal insiden dan dongeng sejarah. Sejarah sebagai ilmu juga menjelaskan pengetahuan perihal masa kemudian yang berusaha memilih dan mewariskan pengetahuan mengenai masa kemudian suatu masyarakat tertentu. Ada beberapa ciri dikala sejarah dikategorikan sebagai ilmu:
(a) Empiris
Sejarah sangat berkaitan dengan pengalaman manusia. Pengalaman tersebut direkam dalam dokumen dari peninggalan-peninggalan sejarah lainnya. Sumber-sumber tersebut kemudian diteliti oleh para sejarawan untuk bisa dijadikan fakta. Fakta-fakta itulah yang kemudian diinterpretasikan dan dilakukan penulisan sejarah.
(b) Memiliki Objek
Setiap ilmu pengetahuan tentunya harus mempunyai tujuan dan objek materi atau sasaran yang terperinci dan mempunyai perbedaan dengan dengan ilmu yang lain. Sebagai mana umumnya ilmu-ilmu lain, yang menjadi objek dalam kajian sejarah ialah insan dan masyarakat pada kurun waktu tertentu.
(c) Memiliki Teori
Ilmu pengetahuan sosial pada umumnya mempunyai teori-teori tertentu. Sejarah mempunyai teori yang berisi yang berisi kaidah-kaidah pokok suatu ilmu. Seperti contohnya teori yang dikemukakan oleh Arnold Toynbee mengenai teori Challenge and Response.
(d) Memiliki Metode
Dalam rangka penelitian, sejarah mempunyai metode tersendiri dengan melaksanakan pengamatan yang sistematis. Ini untuk menghindari suatu pernyataan tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat maka pernyataan tersebut itu bisa ditolak. Dengan menggunanan metode sejarah yang sempurna seorang sejarawan bisa meminimalisir kesalahan dan sanggup menciptakan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.
4. Sejarah sebagai Seni
Sejarah pun sanggup berperan sebagai seni yang mengedepankan nilai estetika. Jadi, sejarah dalam hal ini bukanlah dipandang dari segi moral atau logika. Menurut pemikiran Dithley, seorang sejarawan dan filsuf modern, sejarah ialah pengetahuan perihal cita rasa. Sejarah tidak saja mempelajari segala yang bergerak dan berubah yang tampak dipermukaan, namun juga mempelajari motivasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi si pelaku sejarah. Ia mempelajari suatu proses dinamis kehidupan insan yang di dalamnya terlihat adanya hubungan sebab-akibat yang tidak mengecewakan rumit. Dithley mewaspadai teori yang diungkapkan Comte, Mills, dan Spencer yang menyatakan bahwa metode ilmu alam sanggup dipergunakan dalam mempelajari sejarah tanpa modifikasi berkelanjutan.
Memang benar bahwa sejarah sanggup digali melalui metode ilmiah. Akan tetapi, sejarah itu sendiri mempunyai jiwa atau roh, yang tak lain ialah jiwa yang terdapat dalam diri insan sebagai pelaku sejarah. Jiwalah yang merupakan nyala api insan dalam kehidupannya. Pendekatan terhadap jiwa sejarah ini hanya sanggup dilakukan oleh seni. Jika suatu insiden sejarah tak sanggup lagi dibuktikan melalui metode ilmiah maka seorang sejarawan diharapkan bisa mengungkap apa yang tersirat dalam insiden itu melalui daya imajinasi. Imajinasi ini sangat diharapkan dalam menginterpretasikan sejarah dikala data-data, jejak-jejak, dan informasi sejarah dirasa belum cukup dalam menafsirkan insiden sejarah.
Melalui pendekatan seni, fakta sejarah akan menjadi lebih hidup dan bernyawa. Kita pun akan lebih menghayati insiden sejarah, sanggup lebih menghargai tokoh atau insan yang terjun pribadi dalam bencana dan insiden sejarah. Kita bisa lebih menghayati momentum sejarah, misalnya, dengan membaca sastra-sejarah (biasanya dalam bentuk novel, roman). Misalnya dengan membaca novel Arus Balik karya sastrawan
Pramoedya Ananta Toer, yang menceritakan perubahan politik yang terjadi di Nusantara pada masa Kerajaan Demak mendominasi Kepulauan Nusantara, dikala bangsa Portugis (Peringgi) telah menguasai Selat Malaka. Meskipun tokoh utama dalam novel ini (Wiranggaleng dan Idayu) bersifat fiktif, namun sebagian tokoh lainnya ialah pelaku sejarah yang nyata.
Dengan membaca nove lsejarah, kita juga akan membaca sejarah sebagai kisah dan peristiwa, di samping sebagai seni tentunya. Sejarah sebagai seni sanggup menuntun kita kepada realitas bahwa pelaku sejarah ialah insan juga menyerupai kita yang mempunyai rasa cinta, persahabatan, tanggung jawab sebagai individu dan selaku warga negara. Melaluinya kita sanggup melihat pula kelemahan, rasa takut, sedih, dan kecewa dari mereka para pelaku sejarah. Dengan demikian, sejarah akan menjadi sajian yang kering jika tanpa seni, untuk itu sejarawan memerlukan unsur-unsur seni berupa: intuisi (ilham), yaitu pemahaman pribadi dan insting selama masa penelitian berlangsung. Imajinasi yang mempunyai arti bahwa sejarawan harus sanggup membayangkan apa yang bekerjsama terjadi, apa yang sedang terjadi dan apa yang terjadi setelah itu.
Emosi dengan perasaan sejarawan diharapkan sanggup mempunyai tenggang rasa untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sejarawan diharapkan bisa menghadirkan insiden sejarah seperti mengalami insiden sejarah tersebut, sebagai referensi dikala perasaan ini diungkapkan dikala sejarawan menuliskan sejarah perihal revolusi semasa perang kemerdekaan sanggup mewariskan nilai-nilai usaha bangsa. Gaya Bahasa, dengan gaya bahasa yang baik dalam arti tidak sistematis dan berbelit-belit akan sangat dimengerti, gaya bahasa juga dipakai terkait dengan penggunaan bahasa pada zaman tertentu menyerupai di zaman Orde Lama yang bersahabat dengan kata-kata progresif revolusioner, ganyang, marhaenisme, nasakomisasi.
Anda kini sudah mengetahui Ruang Lingkup Sejarah sebagai Peristiwa, Kisah, Ilmu, Seni, Ciri-ciri. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.