Pengertian Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian, Tahapan Proses, Tujuan, Media, Jenis-jenis, Macam-macam, Faktor, Nilai, Norma Sosial - Pada penggalan terdahulu, kita telah mempelajari interaksi sosial sebagai cikal bakal dari kehidupan bermasyarakat. Baik interaksi antar individu maupun interaksi dengan kelompok akan melahirkan proses yang dinamakan sosialisasi. Adanya proses sosialisasi menjadi bukti insan merupakan makhluk sosial yang senantiasa ingin hidup bermasyarakat dengan insan lainnya. Agar sanggup menjadi penggalan dari masyarakat tersebut, dirinya melaksanakan penyesuaian-penyesuaian terhadap nilai dan norma yang berlaku. Secara sederhana, sosialisasi bisa disamakan dengan pergaulan. Dalam pergaulan, dipelajari banyak sekali nilai, norma, dan pola-pola sikap individu ataupun kelompok. Lambat laun nilai-nilai dan norma diserap untuk menjadi penggalan dari kepribadiannya.
Dalam penggalan ini kita akan mempelajari proses sosialisasi yang membentuk kepribadian. Sosialisasi mengandung makna bahwa insan dalam hidupnya perlu mengikuti keadaan dengan lingkungannya. Dalam proses pembiasaan tersebut, yang terjadi pada diri seseorang yaitu timbulnya abjad atau sifat pada dirinya.
A. Sosialisasi
Setiap insan dalam kehidupannya selalu berguru dan berusaha mengikuti keadaan dengan lingkungannya. Hal ini terjadi lantaran insan merupakan makhluk yang aktif untuk bertindak. Kecerdasan yang dimiliki insan mengakibatkan ia harus berpikir bagaimana untuk sanggup hidup dalam masyarakat.
1.1. Pengertian Sosialisasi
Konsep wacana sosialisasi itu sendiri tentunya sudah sanggup Anda pahami melalui uraian singkat sebelumnya. Untuk lebih memahaminya, berikut ini dikemukakan beberapa definisi sosialisasi dari beberapa ahli.
- Edward Shils (1968) Sosialisasi yaitu proses sosial yang dijalankan seseorang atau proses sepanjang umur yang perlu dilalui seseorang individu untuk menjadi seorang anggota kelompok dan masyarakatnya melalui pembelajaran kebudayaan dari kelompok dan masyarakat tersebut.
- Berger (1978) Sosialisasi yaitu proses seorang anak berguru menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
- Horton dan Hunt (1987) Sosialisasi yaitu suatu proses seseorang menghayati (internalize) norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga timbullah diri yang unik.
- Nursal Luth Sosialisasi yaitu suatu proses ketika individu mendapatkan dan mengikuti keadaan dengan masyarakatnya. Dari beberapa pengertian tersebut, sanggup disimpulkan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses bagaimana seorang individu berguru menghayati banyak sekali macam nilai, norma, sikap, dan polapola sikap dalam masyarakatnya sehingga ia sanggup menjadi anggota masyarakat yang berpartisipasi.
Apa hubungannya antara proses sosialisasi dengan pembentukan kepribadian?
1.2. Tujuan Sosialiasi
Tentunya dari klarifikasi beberapa konsep tersebut wacana sosialisasi, sanggup disimpulkan bahwa tujuan sosialisasi adalah:
- menanamkan nilai dan norma yang ada di masyarakat kepada individu;
- memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada individu sebagai bekal hidup bermasyarakat;
- membentuk anggota masyarakat yang penuh dengan pribadi yang utuh sehingga mempunyai kegunaan bagi dirinya dan masyarakat.
Hal yang dipelajari oleh seseorang dalam sosialisasi berdasarkan Peter L. Berger yaitu peran-peran individu. Berbeda dengan Erving Goffman yang menyebut peran-peran ini sama dengan pertunjukan bagi individu terhadap orang lain. Teori Goffman ini disebut Teori Dramaturgi.
1.3. Tahapan Proses Sosialisasi
Pada proses sosialisasi, terdapat peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Oleh lantaran itu, para sosiolog sering menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa sosialisasi merupakan proses yang terlahir dari adanya interaksi. Dalam hal ini, Charles H. Cooley menekankan peranan interaksi dalam proses sosialisasi. Menurutnya, konsep diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain atau dikenal dengan istilah looking-glass self. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain terbentuk melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
- Tahap memahami diri kita dari pandangan orang lain. Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling cendekia lantaran sang anak mempunyai prestasi di kelas yang melebihi teman-temannya.
- Tahap mencicipi adanya evaluasi dari orang lain. Dengan pandangan bahwa si anak yaitu yang paling hebat, ia merasa orang lain selalu memuji ia dan selalu percaya pada tindakannya.
- Tahap dampak dari evaluasi tersebut terhadap dirinya. Dari pandangan dan evaluasi bahwa ia yaitu anak yang hebat, timbul perasaan besar hati dan penuh percaya diri.
Adapun berdasarkan George Herbert Mead, sosialisasi yang dilalui seseorang sanggup dibedakan melalui beberapa tahapan berikut.
- Tahap persiapan atau Preparatory stage. Sejak insan dilahirkan kemudian tumbuh menjadi seorang anak, ia mulai mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman wacana diri. Pada tahap ini, bawah umur sudah mulai menirukan hal yang diketahui dari sekelilingnya meskipun belum sempurna. Contohnya, menirukan kata “minum” dengan diucapkan “mimi”. Selain pengucapan yang belum sempurna, anak juga belum memahami makna kata tersebut.
- Tahap menggandakan atau Play stage. Pada tahap ini, seorang anak mulai menirukan dan mulai terbentuk pemahaman wacana sesuatu yang didapatkan dari sekelilingnya dengan semakin sempurna. Misalnya, ia mulai memahami nama diri dan siapa nama orangtuanya, kakak, dan sebagainya. Pada tahap ini, seorang anak sudah mulai sanggup menempatkan diri pada posisi orang lain dan munculnya kesadaran bahwa dunia sosial insan berisikan orang-orang yang jumlahnya banyak. Contohnya, seorang anak, baik pria atau perempuan, ditugaskan membantu ibu dan ayah membersihkan rumah dan sebagainya. Pada tahap ini akan dikenalkan dengan nilai dan norma yang ada di rumah.
- Tahap siap bertindak atau Game stage. Proses menggandakan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh kiprah yang eksklusif dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain semakin meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bantu-membantu dan bekerja sama dengan teman-temannya. Dengan demikian, lawan berinteraksi semakin bertambah dan kompleks. Pada tahap ini, mulai dipahami dan disadari peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarga.
- Tahap penerimaan norma kolektif atau Generalized stage. Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Penempatan dirinya pada posisi masyarakat sudah semakin luas. Sikap toleransi, kerja sama, dan kesadaran akan peraturan dengan masyarakat yang lebih luas sudah semakin mantap. Dengan kata lain, pada tahap ini seseorang telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. Contohnya, anak yang sedang bermain jual beli dengan teman-temannya. Ia mengetahui apa yang harus dilakukan ketika berperan sebagai pembeli atau penjual. Dalam tahap ini, anak bisa membedakan kiprah yang harus dijalankan orang lain. Contohnya, anak yang ikut dalam kegiatan karang taruna akan berperan sesuai dengan status keanggotaan. Ia sanggup berperan sebagai ketua, sekretaris, bendahara, atau anggota. Peran seorang ketua tentu berbeda dengan kiprah anggota lainnya. Dalam lingkup organisasi lebih luas, kiprah ketua intinya sama saja. Oleh lantaran itu, ia sudah bisa menjalankan kiprah orang lain.
Tabel 1. Tabel Perbedaan Ciri-ciri Tahap Perkembangan Diri dalam Sosialisasi
Kriteria | Tahap persiapan | Tahap menggandakan bertindak | Tahap bertindak | Tahap penerimaan norma kolektif |
Jumlah orang yang berinteraksi | Sedikit | Sedikit bertambah | Agak banyak | Banyak |
Keragaman orang dalam interaksi | Rendah | Agak rendah | Agak tinggi | Tinggi |
Kesadaran diri yang dimiliki | Belum | Hanya menggandakan | Mampu bekerja sama | Mampu bekerja sama dalam masyarakat luas secara tatap muka |
1.4. Media Sosialisasi
Sebagai suatu proses, sosialisasi tentunya memerlukan media. Media sosialisasi merupakan tempat individu berguru mengenal dan memahami banyak sekali macam nilai, norma, pola-pola, sikap sehingga individu tersebut mengenal dunia sosialnya. Jenis-jenis media sosialisasi meliputi keluarga, sahabat bermain, sekolah, dan media massa. Melalui media inilah kepribadian seseorang sanggup terbentuk.
a. Keluarga (Kinship)
Keluarga merupakan unit sosial terkecil atau disebut keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama tempat anak berguru banyak sekali pengetahuan, nilai, norma, dan sebagainya, untuk mengenal dunia sekitar dan pola-pola hidup yang berlaku sehari-hari. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara dan corak orangtua memperlihatkan pendidikan dan bimbingannya. Dengan kata lain, apa yang terjadi dalam lingkungan keluarga akan diinternalisasi oleh individu yang menjadi anggotanya.
b. Teman Bermain
Teman bermain disebut juga “kelompok sebaya,” terdiri atas tetangga dan sahabat sekolah. Teman bermain tersebut merupakan tempat sosialisasi yang sangat besar lengan berkuasa bagi anak sesudah keluarga. Di sini anak mulai berguru banyak sekali nilai, norma, dan kemampuan-kemampuan gres yang mungkin berbeda dengan hal yang sudah diperolehnya dalam lingkungan keluarga.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan kekerabatan tidak sejajar, ibarat kekerabatan ayah dan ibu, dengan anak, sosialisasi dalam kelompok bermain, anak akan berguru interaksi dengan orang-orang yang sejajar dengan dirinya lantaran sebaya.
Agar tidak terjadi konflik dengan sahabat bermain, seorang anak berusaha mengikuti keadaan dengan kepentingan teman-temannya sekaligus mengikuti keadaan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan sahabat bermain tersebut. Anak seusia ini cenderung lebih memihak teman-temannya daripada keluarganya. Oleh lantaran itu, kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
c. Sekolah
Sekolah merupakan tempat anak bersosialisasi wacana hal-hal gres yang sebelumnya mungkin tidak ia dapatkan dalam keluarga atau sahabat bermain. Menurut Robert Dreeben, sekolah merupakan forum pendidikan formal tempat seseorang akan berguru membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari yaitu aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di sekolah, seorang siswa diperkenalkan pada norma-norma yang lebih tegas dan nyata sanksinya, contohnya siswa yang melanggar tata tertib sekolah akan dikenakan hukuman. Di rumah, seorang anak masih mengharapkan proteksi dari orangtuanya dalam melaksanakan banyak sekali pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugasnya harus dilakukan secara berdikari dan penuh rasa tanggung jawab.
Peranan anak lebih diarahkan pada bagaimana mencapai prestasinya dan bukan pada jenis kelamin atau status abang atau adik. Di sekolah, anak akan mendapatkan perlakukan yang sama. Adapun di rumah anak diperlakukan khusus oleh orangtuanya. Dengan demikian, sekolah berfungsi sebagai tempat membentuk seseorang dalam tingkat kedisiplinan yang berbeda. Hal ini tidak terlepas dari kualitas pendidikan yang dan kualitas sumber daya manusia.
d. Media Massa
Berbagai pesan, peristiwa, isu dari media massa mempunyai peranan sangat penting dalam proses transformasi nilai dan norma-norma gres kepada masyarakatnya. Apa yang ditonton, didengar, dan dibaca sanggup memengaruhi sikap warga masyarakat ke arah yang bersifat positif atau negatif. Termasuk kelompok media massa di sini yaitu media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya efek media sangat bergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Contohnya sebagai berikut.
- Berita-berita peperangan, film-film yang menampilkan adegan kekerasan atau sadisme diyakini telah banyak memicu peningkatan sikap bernafsu pada bawah umur yang menontonnya.
- Adegan-adegan yang berbau pornografi disinyalir telah mengikis moralitas remaja dan peningkatan pergaulan bebas serta perbuatan asusila lainnya.
- Suguhan iklan produk-produk yang bertebaran di mana-mana telah meningkatkan sikap konsumtif dan gaya hidup masyarakat.
Berbagai media sosialisasi tersebut mungkin memperlihatkan ajaran-ajaran yang berbeda satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan yang didapatkan dari sahabat bermain, sekolah, atau media massa. Misalnya, di sekolah, bawah umur diajarkan untuk tidak merokok, dan memakai narkoba, tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi dalam membentuk kepribadian seseorang akan berjalan lancar apabila pesan-pesan atau ajaran-ajaran yang diperoleh dari media sosialisasi tersebut tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalankan oleh individu dalam situasi konflik pribadi lantaran dikacaukan oleh media sosialisasi yang berlainan. Selain media utama tersebut, juga terdapat media sosialisasi lain ibarat institusi agama, organisasi, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri wacana dunianya dan menciptakan persepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan.
1.5. Jenis-Jenis Sosialisasi
Sosialisasi sanggup dilakukan semenjak dimulai dari lingkungan yang paling erat hingga berkembang ke lingkungan sosial yang lebih luas. Tahapan proses sosialisasi tersebut sanggup dikelompokkan ke dalam dua jenis sebagai berikut.
a. Sosialisasi Primer (Primary Socialization)
Sosialisasi primer merupakan sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil hingga ia menjadi anggota masyarakat. Sosialisasi primer berlangsung mulai balita, anak-anak, dalam sahabat sepermainan, dan memasuki masa sekolah. Dalam tahap tersebut, kiprah orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting lantaran seorang anak melaksanakan pola interaksi secara terbatas. Corak kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh corak kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dan anggota keluarga terdekat, teman-temannya, dan sekolah. Dengan demikian, sosialisasi primer mengacu bukan saja pada masa awal anak mulai menjalani sosialisasi, tetapi lebih dari itu. Alasannya, apapun yang diserap anak di masa tersebut akan menjadi ciri fundamental kepribadian anak sesudah dewasa.
b. Sosialisasi Sekunder (Secondary Socialization)
Sosialisasi sekunder merupakan proses sosialisasi kelanjutan dari sosialisasi primer. Proses ini terjadi ketika individu dimasukkan ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Sosialisasi ini diawali dengan istilah “desosialisasi”, dan “resosialisasi.” Dalam proses “desosialisasi”, seseorang mengalami “pencabutan” identitas diri yang lama. Adapun dalam “resosialisasi”, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Misalnya, seorang murid yang sudah lulus sekolah, kemudian memasuki jenjang Perguruan Tinggi.
Menurut Goffman (1961), kedua proses tersebut biasanya berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu, bantu-membantu menjalani hidup yang terkungkung, dan diatur secara formal. Institusi total tersebut contohnya forum pemasyarakatan, rumah sakit jiwa, atau forum pendidikan militer.
1.6. Faktor yang Mempengaruhi Sosialisasi
Selain dibutuhkan adanya media, dalam sosialisasi juga terdapat faktor-faktor yang memengaruhinya sebagai berikut.
Sifat dasar, merupakan sifat yang diturunkan oleh kedua orangtuanya.
- Lingkungan prenatal, merupakan kondisi ketika seseorang masih dalam kandungan ibunya. Pada dikala ini akan terjadi kekerabatan psikologis yang sangat kuat antara ibu dan janin yang dikandungnya.
- Perbedaan perorangan, bahwasanya yaitu perbedaan pribadi yang dalam hal ini, setiap insan mempunyai perbedaan pada kepribadiannya.
- Lingkungan, dalam hal ini terdapat tiga lingkungan yang menghipnotis kepribadian seseorang, yaitu lingkungan fisik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial.
- Motivasi, merupakan kekuatan dorongan pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Makin besar dorongan dalam diri seseorang untuk bersosialisasi, makin cepat terjadinya proses sosialisasi.
B. Nilai dan Norma Sosial dalam Proses Sosialisasi
Seperti telah dijelaskan pada penggalan sebelumnya, nilai merupakan taksiran atau ukuran terhadap sesuatu hal yang dianggap baik atau jelek bagi kehidupan. Adapun nilai sosial yaitu penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang terbukti mempunyai daya guna fungsional bagi kehidupan bersama. Keberadaan nilai sosial mempunyai fungsi yang sangat berperan dalam proses sosialisasi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai berikut.
- Alat motivasi untuk memberi semangat pada insan semoga mewujudkan dirinya dalam sikap sosial.
- Sarana untuk tetapkan harga sosial. Nilai-nilai sosial dipakai untuk mengukur penghargaan sosial yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
- Petunjuk arah atau cara berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku.
- Alat solidaritas yang berfungsi mendorong masyarakat untuk saling bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang tidak sanggup dicapai sendiri.
- Kontrol sosial terhadap nilai-nilai yang sanggup menjadi contoh bagi setiap tindakan individu, serta interaksi antar anggota masyarakat.
- Sebagai benteng perlindungan, lantaran nilai sosial merupakan tempat proteksi yang kuat dan kondusif terhadap bahaya dari luar sehingga masyarakat akan senantiasa menjaga dan mempertahankan nilai sosialnya.
Norma merupakan wujud kasatmata dari nilai yang merupakan pedoman. Di dalamnya terdapat hal yang mengharuskan individu atau masyarakat untuk melaksanakan tindakan dan sikap yang dibenarkan untuk mewujudkan nilai-nilai. Norma muncul dan tumbuh dari proses kemasyarakatan sebagai hasil dari proses bermasyarakat. Pada awalnya, aturan itu dibuat secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibuat secara sadar. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, petunjuk standar sikap yang pantas atau masuk akal sehingga norma dilarang dilanggar. Siapapun yang melanggarnya atau tidak bertingkah laris sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma, akan memperoleh hukuman.
Norma yang ada dalam masyarakat mempunyai peranan untuk mengatur, mengendalikan, memberi arah, dan memberi hukuman bagi tingkah laris masyarakat. Setiap masyarakat selalu mempunyai aturan semoga tercipta suatu kondisi tertib sosial. Untuk itulah norma diperlukan, bagi setiap masyarakat yang mengharapkan dan memaksa anggotanya untuk mengikuti norma sosial yang ada. Pelaksanaan norma akan selalu dilakukan semenjak anak masih kecil. Saat pertama kali anak bersosialisasi dengan orangtuanya, mereka akan diajarkan untuk mengikuti perintah orangtuanya, ibarat harus membantu orangtua, dilarang berbohong, berbuat baik dan mencintai orang lain, dan sebagainya. Beberapa norma yang berperan dalam proses sosialisasi di antaranya norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, norma kebiasaan, dan norma kesopanan.
Agama merupakan sarana penting dalam membuatkan nilai dalam diri seseorang, khususnya kalau ditanamkan semenjak dini. Tanpa nilai-nilai agama, seseorang akan kehilangan jati dirinya.
Contoh Soal (UN IPS 2003) :
Nilai dalam interaksi sosial berfungsi sebagai ....
a. alat penentu bagaimana masyarakat memilih pola pikir
b. pengendali perilaku-perilaku menyimpang
c. penentu kebudayaan dalam masyarakat
d. pendorong masyarakat untuk memilih harga sosial
e. pedoman dalam berpikir dan berperilaku
Jawaban: e
Di dalam masyarakat, selalu ada pedoman dan landasan yang menjadi tuntunan dalam bersikap, bertindak dan berperilaku. Nilai bisa berwujud dalam kebudayaan, baik yang bersifat formal maupun informal.
C. Kepribadian
Perhatikan teman-teman di kelas Anda. Apakah mereka menunjuk kan tingkah laris yang sama dengan Anda atau teman-teman lainnya? Pasti Anda akan mendapatkan keragaman tingkah laris yang diperlihatkan oleh teman-teman Anda. Bagaimana pula dengan tingkah laris yang diperlihatkan oleh individu-individu dalam kehidupan sosial? Tentunya akan lebih kompleks daripada di kelas, bukan? Dari sekian banyak sikap yang diperlihatkan individu-individu tersebut, biasanya ada sikap menonjol yang diperlihatkan secara konsisten dalam kehidupan sehari-harinya sehingga menjadi ciri khas yang identik dengan individu-individu tersebut. Oleh lantaran itu, kita sering mendengar seseorang berkata “Tuan x sangat kasar dan pemarah, dan Tuan Y lemah lembut dan baik hati”. Itulah citra keragaman kepribadian yang dimiliki setiap orang dilihat dari perilakunya.
Setelah melalui banyak sekali proses yang diterima individu, akan terbentuk kepribadian dalam dirinya. Pada dasarnya, semua insan yang dilahirkan mempunyai sifat yang sama. Semua bayi yang gres lahir di belahan dunia manapun mempunyai sifat sama. Perubahan sifat kepribadian orang yang berbeda-beda terjadi lantaran pengalaman yang diperoleh pada waktu proses sosialisasi yang berbeda pula.
Setiap individu mempunyai kepribadian sebagai hasil sosialisasi semenjak ia dilahirkan. Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-sikap seseorang untuk berbuat, berpikir, dan merasakan, khususnya apabila ia berafiliasi dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Untuk itulah, pembahasan kepribadian sangat menarik dan penting dalam sosiologi. Hal ini disebabkan menyangkut karakteristik dari tingkah laris sosial seseorang dan erat kaitannya dengan proses sosialisasi.
3.1. Pengertian Kepribadian
Konsep kepribadian merupakan konsep yang luas, tetapi secara sederhana istilah kepribadian meliputi karakteristik sikap individu. Setiap individu mempunyai kepribadian unik yang sanggup dibedakan dari individu lain. Hal yang mustahil apabila seseorang sanggup mempunyai banyak kepribadian.
Agar lebih memahami konsep dan pengertian wacana kepribadian yang luas tersebut, marilah kita simak batasan yang telah diberikan oleh beberapa mahir berikut.
- Theodore R. Newcombe, menjelaskan bahwa kepribadian yaitu organisasi sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
- Roucek dan Warren, menjelaskan bahwa kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari sikap individu.
- Yinger, beropini bahwa kepribadian yaitu keseluruhan sikap dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
- Koentjaraningrat, berpandangan bahwa kepribadian yaitu ciriciri tabiat yang diperlihatkan secara konsisten dan konsekuen sehingga seorang individu mempunyai suatu identitas yang khas dan berbeda dari individu-individu lainnya.
- Robert Sutherland (dkk), menganggap bahwa kepribadian merupakan abstraksi individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian kepribadian digambarkan sebagai kekerabatan saling menghipnotis antara tiga aspek tersebut.
Kesimpulan dari banyak sekali definisi tersebut sanggup dikatakan bahwa kepribadian sesungguhnya merupakan integrasi dari kecenderungan seseorang untuk berperasaan, bersikap, bertindak, dan berperilaku sosial tertentu. Dengan demikian, kepribadian memberi tabiat yang khas bagi individu dalam kehidupan sehari-hari. Kepribadian bukanlah perilaku, namun kepribadianlah yang membentuk sikap manusia, sehingga sanggup dilihat dari cara berpikir, berbicara, atau berperilaku. Kepribadian lebih berada dalam alam psikis (jiwa) seseorang yang diperlihatkan melalui perilaku. Contohnya, kalau seseorang harus menuntaskan perselisihan yang terjadi antara dua orang. Keinginannya untuk menuntaskan perselisihan merupakan kepribadiannya. Adapun tindakannya untuk mewujudkan keinginan tersebut merupakan perilakunya. Kepribadian meliputi kebiasaan, sikap, dan sifat seseorang yang khas dan berkembang apabila berafiliasi dengan orang lain.
Gambar 1. Hubungan Kebudayaan dan Kepribadian. |
Ada kalanya seseorang melihat sikap yang “membabi buta”, yakni sikap insan yang didasarkan pada naluri, dorongan-dorongan, refleks, atau kelakuan insan yang tidak lagi dipengaruhi dan ditentukan oleh nalar dan jiwanya. Unsur-unsur nalar dan jiwa yang memilih perbedaan sikap setiap individu merupakan susunan kepribadian yang meliputi sebagai berikut.
a. Pengetahuan
Pengetahuan individu terisi dengan fantasi, pemahaman, dan konsep yang lahir dari pengamatan dan pengalaman mengenai beragam hal yang berbeda dalam lingkungan individu tersebut. Semua itu direkam dalam otak dan diungkapkan dalam bentuk perilaku.
b. Perasaan
Perasaan yaitu suatu keadaan dalam kesadaran insan yang menghasilkan evaluasi positif atau negatif terhadap sesuatu. Bentuk penilaiannya selalu bersifat subjektif lantaran lebih didasarkan pada pertimbangan manusiawi daripada rasional. Perasaan mengisi penuh kesadaran insan tiap dikala dalam hidupnya.
c. Dorongan Naluri
Dorongan Naluri yaitu kemauan yang sudah merupakan naluri pada setiap manusia. Sedikitnya ada enam macam dorongan naluri, yaitu:
- dorongan mempertahankan hidup;
- dorongan untuk berinteraksi;
- dorongan untuk meniru;
- dorongan untuk berbakti;
- dorongan seksual;
- dorongan akan keindahan.
3.2. Proses Pembentukan Kepribadian
Setelah Anda mengetahui wacana adanya perbedaan kepribadian antar individu manusia, mungkin muncul kasus wacana apakah perbedaan kepribadian tersebut merupakan pembawaan semenjak lahir yang diwariskan secara genetik? Untuk memastikan jawabannya, simak dalam klarifikasi wacana bagaimana proses pembentukan kepribadian.
Pada uraian sebelumnya, dikatakan bahwa kepribadian merupakan hasil sosialisasi. Proses pembentukan kepribadian melalui sosialisasi sanggup dibedakan sebagai berikut.
- Sosialisasi yang dilakukan dengan sengaja melalui proses pendidikan dan pengajaran.
- Sosialisasi yang dilakukan tanpa sengaja melalui proses interaksi sosial sehari-hari dalam lingkungan masyarakatnya.
Proses sosialisasi tersebut berlangsung sepanjang hidup insan (sejak lahir hingga tua) mulai lingkungan keluarga, kelompok, hingga kehidupan masyarakat yang lebih luas. Melalui serangkaian proses yang panjang inilah, tiap individu berguru menghayati, meresapi, kemudian menginternalisasi banyak sekali nilai, norma, pola-pola tingkah laris sosial ke dalam mentalnya. Dari banyak sekali hal yang diinternalisasi itulah seseorang mempunyai kecenderungan untuk berperilaku berdasarkan pola-pola tertentu yang memberi ciri tabiat yang khas sebagai identitas diri dan terbentuklah kepribadian.
Kelompok masyarakat tempat mereka tinggal, secara sengaja atau tidak, selalu berusaha untuk mengarahkan dan menghipnotis anggota-anggotanya untuk selalu mematuhi nilai, norma, kebiasaankebiasaan sehingga individu-individu tersebut bertingkah laris sesuai dengan impian kelompoknya. Jadi, sesungguhnya sosialisasi itu merupakan acara dua pihak, yaitu pihak yang mensosialisasi dan pihak yang disosialisasi. Dari proses tersebut, terbentuklah kepribadian yang berbeda antara masyarakat yang satu dan masyarakat lainnya. Misalnya, kepribadian orang Sunda berbeda dengan orang Batak.
Pengalaman sosialisasi yang dilakukan masing-masing individu bisa saja berbeda. Kepribadian yang tumbuh pada masing-masing individu tidak akan mungkin sepenuhnya sama. Oleh lantaran itu, seseorang sanggup melihat keragaman kepribadian yang ditampilkannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada pribadi-pribadi yang mempuyai sifat penyabar, ramah, pemarah, egois, atau rendah diri. Semuanya itu bergantung pada absorpsi dan pemahaman serta penghayatan nilai dan norma yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakatnya.
3.3. Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian
Adanya perbedaan kepribadian setiap individu sangatlah bergantung pada faktor-faktor yang memengaruhinya. Kepribadian terbentuk, berkembang, dan berubah seiring dengan proses sosialisasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut.
a. Faktor Biologis
Beberapa pendapat menyatakan bahwa bawaan biologis besar lengan berkuasa terhadap pembentukan kepribadian. Semua insan yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, ibarat mempunyai dua tangan, panca indera, kelenjar seksual, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan sikap semua orang. Namun setiap warisan biologis seseorang bersifat unik. Artinya, tidak seorang pun yang mempunyai karakteristik fisik yang sama, ibarat ukuran tubuh, kekuatan fisik, atau kecantikan. Bahkan, anak kembar sekali pun niscaya ada perbedaan itu. Perhatikan sahabat di sekelilingmu, adakah di antara mereka yang mempunyai kesamaan karakteristik fisik?
Faktor biologis yang paling besar lengan berkuasa dalam pembentukan kepribadian yaitu kalau terdapat karakteristik fisik unik yang dimiliki oleh seseorang. Contohnya, kalau orang bertubuh tegap diharapkan untuk selalu memimpin dan dibenarkan kalau bersikap ibarat pemimpin, tidak asing kalau orang tersebut akan selalu bertindak ibarat pemimpin. Jadi, orang menanggapi impian sikap dari orang lain dan cenderung menjadi berperilaku ibarat yang diharapkan oleh orang lain itu. Ini berarti tidak semua faktor karakteristik fisik menggambarkan kepribadian seseorang. Sama halnya dengan anggapan orang gemuk yaitu periang, orang yang keningnya lebar berpikir cerdas, orang yang berambut merah wataknya gampang marah, atau orang yang cacat fisik mempunyai sifat rendah diri. Anggapan ibarat itu lebih banyak disebabkan apriori masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi budaya setempat.
Perlu dipahami bahwa faktor biologis yang dimaksudkan sanggup membentuk kepribadian seseorang yaitu faktor fisiknya dan bukan warisan genetik. Kepribadian seorang anak bisa saja berbeda dengan orangtua kandungnya bergantung pada pengalaman sosialisasinya. Contohnya, seorang bapak yang dihormati di masyarakat lantaran kebaikannya, sebaliknya bisa saja mempunyai anak yang justru meresahkan masyarakat jawaban salah pergaulan. Akan tetapi, seorang yang cacat badan banyak yang berhasil dalam hidupnya dibandingkan orang normal lantaran mempunyai semangat dan kemauan yang keras. Dari contoh tersebut sanggup berarti bahwa kepribadian tidak diturunkan secara genetik, tetapi melalui proses sosialisasi yang panjang. Salah apabila banyak pendapat yang menyampaikan bahwa faktor genetik sangat memilih pembentukan kepribadian.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt menyampaikan bahwa karakteristik fisik tertentu menjadi suatu faktor dalam perkembangan kepribadian sesuai dengan bagaimana ia didefinisikan dan diperlakukan dalam masyarakat dan oleh kelompok contoh seseorang.
b. Faktor Geografis
Faktor lingkungan menjadi sangat secara umum dikuasai dalam menghipnotis kepribadian seseorang. Faktor geografis yang dimaksud yaitu keadaan lingkungan fisik (iklim, topografi, sumberdaya alam) dan lingkungan sosialnya. Keadaan lingkungan fisik atau lingkungan sosial tertentu memengaruhi kepribadian individu atau kelompok lantaran insan harus mengikuti keadaan dengan lingkungannya. Contohnya, orang-orang Aborigin harus berjuang lebih gigih untuk sanggup bertahan hidup lantaran kondisi alamnya yang kering dan tandus, sementara, bangsa Indonesia hanya memerlukan sedikit waktunya untuk mendapatkan makanan yang akan mereka makan sehari-hari lantaran tanahnya yang subur. Suku “Ik” di Uganda mengalami kelaparan berkepanjangan. lantaran lingkungan alam tempat mereka mencari nafkah telah banyak yang rusak. Mereka menjadi orang-orang yang paling tamak, rakus, dan perkelahian antara mereka sering terjadi semata-mata memperebutkan makanan untuk sekadar mempertahankan hidup. Contoh lain, orang-orang yang tinggal di tempat pantai mempunyai kepribadian yang lebih keras dan kuat kalau dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pegunungan. Masyarakat di pedesaan penuh dengan kesederhanaan dibandingkan masyarakat kota.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa faktor geografis sangat menghipnotis perkembangan kepribadian seseorang, tetapi banyak pula mahir yang tidak menganggap hal ini sebagai faktor yang cukup penting dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.
c. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai efek besar terhadap sikap dan kepribadian seseorang, terutama unsur-unsur kebudayaan yang secara eksklusif menghipnotis individu. Kebudayaan sanggup menjadi pedoman hidup insan dan alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Oleh lantaran itu, unsur-unsur kebudayaan yang berkembang di masyarakat dipelajari oleh individu semoga menjadi penggalan dari dirinya dan ia sanggup bertahan hidup. Proses mempelajari unsur-unsur kebudayaan sudah dimulai semenjak kecil sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian yang berbeda antar individu ataupun antarkelompok kebudayaan satu dengan lainnya. Contohnya, orang Bugis mempunyai budaya merantau dan mengarungi lautan. Budaya ini telah menciptakan orang-orang Bugis menjadi keras dan pemberani.
Walaupun perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat sanggup menghipnotis kepribadian seseorang, para sosiolog ada yang menyarankan untuk tidak terlalu membesar-besarkannya lantaran kepribadian individu bisa saja berbeda dengan kepribadian kelompok kebudayaannya. Misalnya, kebudayaan petani, kebudayaan kota, dan kebudayaan industri tentu memperlihatkan corak kepribadian yang berbeda-beda. Memang terdapat karakteristik kepribadian umum dari suatu masyarakat. Sejalan dengan itu, ketika membahas bangsa-bangsa, suku bangsa, kelas sosial, dan kelompok-kelompok berdasarkan pekerjaan, daerah, ataupun kelompok sosial lainnya, terdapat kepribadian umum yang merupakan serangkaian ciri kepribadian yang dimiliki oleh sebagian besar anggota kelompok sosial bersangkutan. Namun, tidak berarti bahwa semua anggota termasuk di dalamnya. Artinya, kepribadian individu bisa saja berbeda dengan kepribadian masyarakatnya.
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Kebudayaan masyarakat tertentu mencerminkan karakteristik kepribadian masyarakatnya.
d. Faktor Pengalaman Kelompok
Pengalaman kelompok yang dilalui seseorang dalam sosialisasi cukup penting kiprahnya dalam membuatkan kepribadian. Kelompok yang sangat besar lengan berkuasa dalam perkembangan kepribadian seseorang dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1) Kelompok Acuan (Kelompok Referensi)
Sepanjang hidup seseorang, kelompok-kelompok tertentu dijadikan model yang penting bagi gagasan atau norma-norma perilaku. Dalam hal ini, pembentukan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh pola kekerabatan dengan kelompok referensinya. Pada mulanya, keluarga yaitu kelompok yang dijadikan contoh seorang bayi selama masa-masa yang paling peka. Setelah keluarga, kelompok acuan lainnya yaitu teman-teman sebaya. Peran kelompok sepermainan ini dalam perkembangan kepribadian seorang anak akan semakin berkurang dengan semakin terpencar nya mereka sesudah menamatkan sekolah dan memasuki kelompok lain yang lebih beragam (kompleks).
2) Kelompok Majemuk
Kelompok beragam menunjuk pada kenyataan masyarakat yang lebih beraneka ragam. Dengan kata lain, masyarakat beragam mempunyai kelompok-kelompok dengan budaya dan ukuran moral yang berbeda-beda. Dalam keadaan ibarat ini, hendaknya seseorang berusaha dengan keras mempertahankan haknya untuk memilih sendiri hal yang dianggapnya baik dan bermanfaat bagi diri dan kepribadiannya sehingga tidak hanyut dalam arus perbedaan dalam kelompok beragam tempatnya berada. Artinya, dari pengalaman ini seseorang harus mau dan bisa untuk memilah-milahkannya.
e. Faktor Pengalaman Unik
Pengalaman unik akan menghipnotis kepribadian seseorang. Kepribadian itu berbeda-beda antara satu dan lainnya lantaran pengalaman yang dialami seseorang itu unik dan tidak seorang pun mengalami serangkaian pengalaman yang persis sama. Sekalipun dalam lingkungan keluarga yang sama, tetapi tidak ada individu yang mempunyai kepribadian yang sama, lantaran meskipun berada dalam satu, setiap individu keluarga tidak mendapatkan pengalaman yang sama. Begitu juga dengan pengalaman yang dialami oleh orang yang lahir kembar, tidak akan sama. Sebagai mana berdasarkan Paul B. Horton, kepribadian tidak dibangun dengan menyusun insiden di atas insiden lainnya. Arti dan efek suatu pengalaman bergantung pada pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya.
Tentang kekerabatan kepribadian dengan kebudayaan, sebagaimana berdasarkan Ralph Linton bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku. Adapun kepribadian berdasarkan Yinger yaitu keseluruhan sikap dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu. Dengan demikian, antara kepribadian dan kebudayaan terdapat kekerabatan sebagai hasil dari suatu proses sosial yang panjang. Dalam proses yang disebut sosialisasi itu, kepribadian atau tabiat tiap-tiap individu niscaya mempunyai efek terhadap per kembangan kebudayaan itu secara keseluruhan. Gagasan-gagasan, tingkah laku, atau tindakan insan itu ditata, dikendalikan, dan dimantapkan pola-polanya oleh banyak sekali sistem nilai dan norma yang hidup di masyarakatnya.
Sebaliknya, kebudayaan suatu masyarakat turut memperlihatkan sumbangan pada pembentukan kepribadian seseorang. Kepribadian suatu individu dalam suatu masyarakat walaupun berbeda-beda satu sama lain, dirangsang dan dipengaruhi oleh nilai dan norma dalam sistem budaya dan juga oleh sistem sosial yang telah diinternalisasi melalui proses sosialisasi dan proses pembudayaan selama hidup, semenjak masa kecilnya.
Havilland (1988) menyampaikan bahwa praktik pendidikan anak bersumber dalam tabiat kebiasaan pokok masyarakat yang berafiliasi dengan pangan, tempat berteduh dan perlindungan, dan bahwa praktik pendidikan anak pada gilirannya menghasilkan kepribadian tertentu pada masa dewasa. Dari pernyataan tersebut, terlihat bagaimana kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat memperlihatkan efek terhadap pembentukan kepribadian anggota masyarakatnya.
Selain kebudayaan sendiri menanamkan pengaruhnya terhadap individu, di sisi lain individu juga mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap tabiat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang berlaku dalam lingkungan budayanya, yang dinamakan enkulturasi. Contohnya seorang anak mengikuti keadaan dengan waktu makan dan tidur secara teratur sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya.
Sebagai hasil mempelajari dan menyesuaikan pola pikirnya dengan unsur-unsur budaya secara berkelanjutan, terbentuklah kepribadian individu yang sesuai dengan lingkungan budayanya. Semua individu yang hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu mengalami efek lingkungan kebudayaan yang sama selama pertumbuhan. Oleh lantaran itu, individu-individu tersebut akan menampilkan suatu tabiat atau kepribadian yang seragam atau dinamakan juga dengan kepribadian umum.
Dalam studi Abraham Kardinar wacana kekerabatan kepribadian umum dengan kebudayaan, mengutarakan bahwa, semua warga dari suatu masyarakat mempunyai struktur kepribadian dasar yang sama. Alasannya, lantaran warga masyarakat dari suatu lingkungan tertentu cenderung menjalani latihan bersama mengenai cara buang air kecil/besar, menjalani cara menertibkan yang sama dalam masa kanak-kanak, cara menyapih yang sama, dan sebagainya. Sebagai orang dewasa, mereka cenderung mempunyai unsur-unsur kepribadian tertentu yang sama.
Dari konsep kepribadian umum, makin dipertajam lagi dalam antropologi sehingga melahirkan konsep gres yang dinamakan basic personality structure atau kepribadian dasar, yaitu semua unsur kepribadian yang dimiliki sebagian besar warga suatu masyarakat. Misalnya, “kepribadian Barat” mempunyai ciri individualis, adapun “kepribadian Timur” lebih bersifat gotong royong.
Soerjono Soekanto (1977) mencoba melihat adanya keterkaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu “kebudayaan khusus” (sub culture). Menurutnya, ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang menghipnotis kepribadian sebagai berikut.
- Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan. Contohnya, “jiwa berdagang” identik dengan ciri khusus orang Minangkabau, “berlaut” merupakan ciri orang Bugis.
- ara hidup di kota dan di desa yang berbeda. Contohnya, masyarakat kota cenderung individualistis dibandingkan masyarakat desa yang kekeluargaan dan gotong royong.
- Kebudayaan khusus kelas sosial. Contohnya, cara berpakaian orang kaya berbeda dengan orang miskin.
- Kebudayaan khusus atas dasar agama. Contohnya, adanya banyak sekali mazhab melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
- Kebudayaan khusus berdasarkan profesi. Contohnya, kepribadian seorang guru sangat berbeda dengan politikus.
Rangkuman :
a. Sosialisasi merupakan suatu proses bagaimana seorang individu berguru menghayati banyak sekali macam nilai, norma, sikap, dan pola-pola peri laris dalam masyarakatnya sehingga ia sanggup menjadi anggota masyarakat yang berpartisipasi.
b. Tahapan sosialisasi berdasarkan George Herbet Mead yaitu :
- Tahap persiapan (Preparatory stage)
- Tahap menggandakan (Play stage)
- Tahap siap bertindak (Game stage)
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized stage)
c. Media sosialisasi meliputi keluarga, sahabat bermain, sekolah, dan media massa.
d. Sosialisasi sanggup dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.
- Sosialisasi primer merupakan sosialisasi yang dilakukan semasa kecil, ketika ia mulai menjadi anggota masyarakat.
- Sosialisasi sekunder merupakan sosialisasi yang terjadi ketika individu mulai dikenalkan ke dalam suatu kelompok tertentu di dalam masyarakat.
e. Kepribadian terbentuk sesudah terjadinya proses sosialisasi, dan konsep ini diartikan sebagai karakteristik khas dari sikap individu.
Anda kini sudah mengetahui Sosialisasi. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Waluya, B. 2009. Sosiologi 1 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 138.